Kamis, 13 Mei 2010

Imagine Cup Microsoft; Masih Sebatas “Seremonial”?



Untuk kelima kalinya kompetisi pengembangan piranti lunak diselenggarakan di Indonesia oleh Microsoft. Event semacam ini juga berlangsung di negara-negara lainnya di dunia sebagaimana Microsoft mengadakan setiap tahunnya. Pada waktunya para pemenang dari setiap negara dipertemukan lagi guna menentukan software terbaik yang bukan tidak mungkin bakal “dibeli” untuk kemudian diproduksi. Dalam hal ini, tentu sangat membanggakan untuk ikut serta dan menjadi pemenang. Apalagi kalau sampai mengalahkan kreasi dari negara lainnya.

Sebagai pasar yang sangat besar di dunia, Microsoft sangat berkepentingan membangun awareness publik di negara berpenduduk keempat terbesar di dunia ini agar di masa depan produk-produknya menjadi pilihan. On the top of mind, begitu istilah yang selalu dikemukakan. Justru itulah event berciri pertarungan kecerdasan diadakan. Yang disasar adalah kalangan muda (mahasiswa) yang kelak akan menjadi konsumen terbesar kemajuan teknologi apapun. Fakta tersebut tak bisa diingkari kendati perusahaan milik Bill Gates ini kerap berusaha membantah kalau Imagine Cup terkait erat dengan kepentingan bisnisnya di masa mendatang.

Guna mendorong lahirnya kampiun-kampiun baru pengembang software tentu saja Imagine Cup ini patut diapresiasi. Di tengah gencarnya serbuan teknologi baru yang tak terbendung, hingga kini orang Indonesia tidak memiliki peran apapun selain penikmat. Itu sebabnya, hampir semua produk teknologi yang hadir (baik piranti lunak maupun piranti keras), pasar Indonesia selalu yang pertama dimasuki. Untuk peluncuran-peluncuran produk perdana sangat sering negeri ini menjadi yang pertama atau utama. Calon pembelinya kurang lebih 240 juta jiwa.

Itulah sebabnya, para pejabat tinggi negara setingkat menteri tak keberatan menyediakan waktunya menyambangi Imagine Cup. Biasanya di acara puncak yakni penganugerahan penghargaan kepada para pemenang. Seperti baru-baru ini, Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Mallarangeng, berkenan hadir menyampaikan apresiasinya sekaligus memompa semangat para peserta yang datang dari berbagai perguruan tinggi agar menjadi yang terbaik di tingkat internasional.

Pertanyaannya adalah sejauh mana kompetisi sudah berperan melahirkan juara-juara terbaik dari Indonesia yang kemudian memenangkan penghargaan internasional? Pernyataan skeptis lainnya, tidakkah ini hanya sebatas “seremonial” yang tujuan utamanya guna mendekatkan Microsoft dengan pelanggannya?

Peningkatan

Dari sisi peserta, jumlah mahasiswa dan perguruan tinggi yang berpartisipasi di ajang lomba yang sudah dilangsungkan sebanyak tujuh kali di dunia ini, terus mengalami peningkatan. Jika tahun lalu mahasiswa yang menyerahkan kreasi piranti lunaknya hanya 350 orang, pada 2010 menanjak lebih dari 50% yakni 576 orang. Para mahasiswa itu datang dari 45 perguruan tinggi. Meningkat signifikan dari 2009, hanya dari 32 kampus.

Sebenarnya saat ini terdapat 70 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia yang oleh Microsoft sudah digandeng agar ikut serta, sayangnya tidak semuanya menyerahkan proyek pengembangan sebagaimana diharapkan. Kendati demikian terdapat animo yang semakin membaik dari para mahasiswa untuk ikut berlomba.

Meski kebanyakan perguruan tinggi yang berpartisipasi datang dari Pulau Jawa; seperti, ITB, UI, Unpad, UGM, Universitas Bina Nusantara, ITS, Institut Teknologi Telekomunikasi, dan sebagainya, sudah terdapat beberapa diantaranya dari yang non-Jawa. Misalnya dari Bali dan Palembang. Malah tahun lalu dari Medan, STMIK Mikroskil, pun mengirimkan proyeknya untuk diperlombakan. Soal ini sebenarnya usaha Microsoft terbilang optimal, mendorong jumlah peserta sebanyak-banyaknya.

“Kami terus berupaya agar ke depan semakin banyak perguruan tinggi yang ikut dan mengirimkan proyek pengembangan piranti lunak,” kata Academic Development Adviser Microsoft Indonesia, Julius Fenata.

Fokus Microsoft di tahun-tahun mendatang, kata Julius, memperluas kerjasama dengan kampus-kampus dari Sumatera dan provinsi lainnya. Dari Sumatera Utara, tiga perguruan tinggi yakni USU, STMIK Mikroskil, dan lembaga pendidikan tinggi DELL, akan digandeng. Khusus USU, agak mengherankan kenapa universitas terbesar di Sumatera ini tak sekalipun ikut di kompetisi bergengsi ini.

“Seremonial”

“Jasa” baik Microsoft Indonesia bagi generasi muda bangsa ini lewat Imagine Cup adalah terbukanya kesempatan bagi para mahasiswa untuk melihat kemajuan dunia luar terhadap pengembangan piranti lunak. Proses lahirnya kreativitas di negara seperti India atau yang lainnya menciptakan software apa saja patut diketahui. Sebagaimana diketahui. tak sedikit perusahaan IT di dunia yang menjadikan negara tersebut sebagai tempat riset dan pengembangan. Dengan sendirinya kesempatan kerja terbuka lebih luas. Yang tak kalah penting, Indonesia tidak lagi sekedar penikmat. Tetapi juga penghasil atau produsen.

Sejauh mana sebenarnya kejuaraan tahun ini menciptakan karya-karya yang lebih fenomenal menjadi penting diketahui. Dalam dua Imagine Cup terdahulu (2008 dan 2009), mahasiswa-mahasiswa Indonesia tampil tak mengecewakan. Berturut-turut piranti lunak yang diciptakan berhasil memikat para juri. Hasilnya, masing-masing memperoleh penghargaan atau award berikut hadiah senilai 10.000 dolar. Patut dibanggakan.

Untuk duta Indonesia tahun ini, pertengahan Mei (11/5) lalu, telah ditetapkan pemenang yang layak mewakili di tingkat dunia yang akan diselenggarakan Juli mendatang di Polandia. Adalah tim Ganesh dari ITB yang kelak akan berhadapan dengan pemenang-pemenang dari negara lainnya bertarung mengadu masing-masing proyeknya. Tim beranggotakan lima orang ini (Puja Pramudya, Andru Putra Twinanda, Tito Daniswara, Aloysius Adrian, dan Kaisar Siregar) dinyatakan sebagai yang terbaik berkat solusi tindakan preventif guna mendeteksi pandemik seperti Avian Influenza dan H1N1.

Tiga finalis lainnya yang dikalahkan Ganesh adalah Oddbyte (ITB), Wolfgang (UGM), dan Tselina (ITB).

Di Polandia, apakah Ganesh akan berhasil meraih penghargaan paling bergengsi lebih dari sekedar award seperti di kedua event terdahulu? Seperti dikatakan Julius Fenata, proyek-proyek pengembangan solusi piranti lunak akan ditentukan pemenangnya dalam dua kwalifikasi. Pertama adalah award yang terdiri atas enam pemenang. Masing-masing pemenang akan pulang dengan hadiah 10.000 dolar. Kedua, pemenang kompetisi. Ada lima pemenang untuk perlombaan ini dengan masing-masing hadiah 25.000 dolar.

Dua kemenangan Indonesia selama ini hanyalah kategori award. Bukan karena kompetisi yang pemenangnya bertarung secara ketat. Meskipun sebenarnya patut dibanggakan, akan jauh lebih prestisius kalau prestasi yang diperoleh didapatkan lewat jalur kompetisi. Tidak sekedar award. Karena, hal tersebut membuktikan bahwa mahasiswa Indonesia benar-benar mampu bertarung dengan peserta dari negara lain yang paling maju sekalipun.

Negara ini, seperti dinyatakan Andi Malarangeng, seharusnya sudah jadi benchmark internasional dalam hal penentuan berbagai prestasi. Sama halnya dengan prestasi-prestasi yang diperoleh dari beragam olimpiade yang banyak diikuti pelajar-pelajar Indonesia.

Akan tetapi, dengan sistem penilaian yang tidak berubah dari Imagine Cup yang satu ke yang lainnya, apakah kita patut optimis bahwa Ganesh akan berhasil mengangkat Indonesia dari tradisi perolehan award menjadi pemenang kompetisi? Mungkin kita tak berani takabur. Dari kriteria penilaian yang begitu-begitu saja tentu sulit berharap lahirnya proyek yang luar biasa.

Mari kita tunggu seperti apa hasilnya di Polandia, Juli mendatang. Semoga tim Ganesh pulang sebagai pemenang kompetisi, tak cuma memperoleh award. Dan di tahun-tahun mendatang, semoga penyelenggaraan Imagine Cup di Indonesia dijalankan dengan kriteria atau penilaian yang lebih ketat. Tidak sekedar “seremonial“ guna menghabiskan dana corporate social responsibility (CSR). Karena hanya dengan cara itu kelas pemenang yang dihasilkan bakal lebih menjanjikan dan membanggakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar