Selasa, 11 Mei 2010

Ternyata Pengusaha pun Lebih Banyak Wanita



Jumlah perempuan yang lebih banyak di Indonesia rupanya tak cuma sebatas jenis kelamin. Pengusaha pun ternyata kebanyakan dari kalangan kaum hawa. Jadi, kalau selama ini yang kerap terdengar lebih lantang menyuarakan persoalan-persoalan bisnis adalah para pelaku usaha berjenis kelamin lelaki, bukan berarti mereka mayoritas. Malah sebaliknya.

Angka Badan Pusat Statistik (2008) adalah buktinya. Untuk usaha kecil dan menengah (UKM), dari 46 juta sampai 49 juta sebanyak 60% hingga 80% di antaranya adalah wanita. Tinggal hitung saja berapa jumlah riilnya jika ada sekitar 52 juta unit usaha yang kini eksis. Lalu, bagaimana kontribusinya terhadap penerimaan pendapatan domestik bruto (PDB)? Sangat signifikan, 55,6% (menurut Apindo Rp 2.609,4 triliun). Ini wajar karena 97,1% tenaga kerja di Indonesia diserap sektor yang sempat dipandang sebelah mata ini.

Tampaknya inilah yang terus-menerus berupaya didorong Femina, sebuah majalah khusus wanita yang berdiri sejak 38 tahun lalu. Melahirkan dan memberdayakan wanita pengusaha agar tak saja berkembang dari sisi jumlah tapi juga kuat bersaing dengan para kompetitor di dalam ataupun di luar negeri. Sejak minggu (9/5) lalu, secara resmi digelar serangkaian kegiatan yang menghimpun wirausaha wanita. Diawali dengan acara seminar di Jakarta, selanjutnya seminar yang sama berikut workshop dilaksanakan di berbagai kota.

Jika tahun lalu agenda yang sama berlangsung hanya di sembilan kota, kali ini bertambah menjadi 11 kota. Selain di Jakarta, hingga Februari tahun depan (2011), seminar akan diadakan juga di Bandung, Solo, Pekanbaru, Manado, Banjarmasin, dan akhirnya di Palembang. Untuk workshop, mereka menggelarnya di Jakarta, Surabaya, Kuta (Bali), Yogyakarta, dan Makassar.

Wanita-wanita pengusaha yang terbilang berhasil dihadirkan untuk menyampaikan testimoni mengenai kisah sukses masing-masing. Mereka adalah Telly Inggrid Limbara (pionir usaha frozen yoghurt Sour Sally), Reza Alvantina (pemilik usaha pembuatan undangan Kartureva yang sudah mendunia), Anne Avantie (pengusaha sukses di bidang fashion yang tak pernah mengecap sekolah mode), dan Clara Seiffi Emmy Pratiwi (produsen tas merek CS Bag yang menjadi supplier bagi brand-brand kenamaan dari Italia dan beberapa negara lain). Diharapkan kesuksesan mereka menginspirasi wanita-wanita lain baik yang tengah membangun usaha maupun yang baru akan memulai.

Sebagaimana tahun lalu, lomba wanita wirausaha Women Fair yang menampilkan produk-produk unggulan karya wanita pengusaha dan Power Lunch (sebagai sesi saling berbagi antarwanita pemimpin) menjadi bagian yang tak kalah menarik dari seluruh rangkaian acara.

Mungkin karena keberhasilan sebelumnya, kali ini pihak penyelenggara menaikkan target peserta. Dari 5.000 menjadi 9.000 peserta. Lonjakannya hampir 100%. Dari temanya, diharapkan UKM yang dijalankan para wanita wirausaha mengalami kenaikan kelas, berdaya saing, dan lebih inovatif. “Agar wanita dapat lebih mengaktualisasikan diri dan berkontribusi dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya,” kata salah satu pendiri Femina, Mirta Kartohadiprodjo.

Myelin dan Kreatif

Untuk tujuan kenaikan kelas itu, Femina yang didukung BNI dan AusAid menghadirkan dua motivator ternama. Yang satu adalah Rhenald Kasali yang merupakan pemilik sekolah entrepreneur dan satu lagi penggerak industri kreatif Yoris Sebastian.

Para pelaku usaha pasti cukup akrab dengan nama Rhenald Kasali. Dari Rumah Kebajikan miliknya kerap lahir gagasan-gagasan segar tentang bagaimana seseorang menjalankan usahanya. Semua itu tertuang di 18 buku yang berhasil ditulisnya.

Baik pelaku usaha wanita maupun laki-laki, menurut Rhenald, sangat penting memiliki myelin. Diawali dengan menampilkan potongan tayangan video berisi penampilan sepasang pebalet cacat di China. Meski sang pria sebelah tubuhnya harus ditopang dengan tongkat karena hanya memiliki kaki kanan, tak ada kesulitan baginya bergerak lincah di atas panggung. Tubuh pasangannya yang harus melompat ke pangkuannya tak sekalipun meleset atau terjatuh. Tongkat penopang tubuhnya malah menjadi tools yang memperkuat daya tarik penampilannya, karena menjadi seperti tangga bagi si wanita untuk menaiki tubuhnya.

Bagaimana dengan wanita kompatriotnya? Tak kalah lincahnya. Meski hanya memiliki tangan kanan, jangan kira penampilannya tak sesempurna pemilik tangan utuh. Bersama pasangannya, dia berhasil menciptakan harmoni; berputar-putar meliuk-liukkan tubuhnya. Kekuatan sang pebalet pria tak membuatnya ragu melompat menghampiri pasangannya. Berkali-kali gerakan serupa dilakukannya. Imaging.

Tubuh cacat atau kekurangan lainnya, menurut Rhenald, bukan alasan bagi seorang pelaku usaha untuk berhenti melaju. Atau kekurangan dalam bentuk apa pun tidak berarti kematian. Justru pengusaha yang berkeinginan maju melihat kelemahan sebagai peluang. Dia memiliki perspektif lain dalam melihat sebuah ketidaksempurnaan. Itulah yang ditampilkan pasangan balet dengan tubuh tak utuh tersebut.

Kata kuncinya adalah memiliki myelin atau semangat untuk berlatih terus-menerus. Kekuatan dan kelincahan kedua pebalet catat tersebut bukan sesuatu yang given atau datang dengan sendirinya. Si lelaki harus melatih sebelah kakinya agar memiliki kekuatan penuh dengan bersepeda dan lompat jauh. Jadi, dibutuhkan proses latihan yang tidak sekejap. Pengusaha pun demikian. Mereka harus tak kenal henti mempersiapkan dan melatih diri agar siap menghadapi berbagai keadaan dalam mengembangkan usaha. Kemampuan semacam itu tidak akan diperoleh hanya dengan membaca buku, tapi practise. Berlatih terus-menerus.

Berlatih, terus-menerus mengembangkan diri, dan bahkan reinvestasi men-training diri sangat dibutuhkan demi mempersiapkan diri memanfaatkan opportunity. Peluang atau keuntungan, terutama oleh pelaku usaha yang selalu bergerak lincah, tak akan dapat ditangkap jika tidak ada kesiapan. Peluang keberuntungan itu akan terbang atau didapatkan para pesaing. Segala usaha harus berani mencobanya tanpa perlu khawatir mengalami kekalahan atau kegagalan. Kegagalan justru akan membuat orang yang telah mempersiapkan diri menjadi kenyal. Tidak seperti telur yang lebur ketika terjatuh. Melainkan kembali bangkit laksana bola pingpong.

Yoris Sebastian—yang mengembangkan ide-ide kreatif lewat perusahaan Oh My Goodness (OMG) yang didirikan bersama beberapa kerabatnya—menyarankan untuk membangun bisnis berbasis kreativitas. Kreativitas tiada henti akan melahirkan produk yang sulit dikalahkan pesaing, kendati dijual dengan harga yang lebih mahal. Harus selalu berpikir out of the box.

Namun demikian, perlu ada passion yang kuat sehingga bisnis bisa dilakoni dengan gembira. Biasanya, kalau bekerja dengan passion, kita tak akan pernah merasa lelah. Sesuatu yang menjadi happynomics akan dikerjakan sesuai dengan kesenangan dan menghasilkan uang. Tak akan pernah berhenti melahirkan satu produk yang unik, berbeda, dan meaningful. Itulah yang pernah dilakukan Yoris ketika menjabat general manager di Hard Rock CafĂ©, sebuah restoran yang menyediakan makanan berbagai menu yang dipadu dengan hiburan musik. Gagasan “I Like Monday” yang menampilkan aneka jenis musik yang dilahirkannya saat itu selalu berjubel dipenuhi pengunjung.

Menerapkan pemikiran-pemikiran cerdas seperti yang dikemukakan Rhenald Kasali dan Yoris Sebastian pasti akan sangat bermanfaat bagi para wanita pengusaha yang pertumbuhan jumlah dan kualitasnya terus didorong Femina. Sebab, memang tidak ada satu pun yang bisa diperoleh secara instan dan tanpa kerja keras. Kalau kali ini target 9.000 wanita pengusaha berhasil diraih, tentu saja kontribusi kaum hawa dalam perekonomian nasional kian besar. Pada gilirannya, harapan Indonesia semakin berkembang mendekati negara-negara maju akan kian nyata.

Semoga langkah Femina dalam melahirkan dan menumbuhkan pelaku-pelaku usaha wanita ini diikuti oleh yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar